Ketika Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam masih kecil (dan belum menjadi Nabi),
ia ikut pergi bersama pamannya, Abu Thalib, dan para pembesar kaum Quraisy
dalam suatu perjalanan menuju Syam. Sebagian ulama mengatakan bahwa itu ketika
beliau Shallallahu’alaihi
Wasallam berusia 12 tahun,
dan sebagian lagi berpendapat beberapa tahun lebih tua itu.
خَرَجَ أَبُو طَالِبٍ إِلَى الشَّامِ ، وَخَرَجَ
مَعَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَشْيَاخٍ مِنْ قُرَيْشٍ
، فَلَمَّا أَشْرَفُوا عَلَى الرَّاهِبِ هَبَطُوا ، فَحَلُّوا رِحَالَهُمْ ,
فَخَرَجَ إِلَيْهِمُ الرَّاهِبُ وَكَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ يَمُرُّونَ بِهِ , فَلَا
يَخْرُجُ إِلَيْهِمْ وَلَا يَلْتَفِتُ ، قَالَ : فَهُمْ يَحُلُّونَ رِحَالَهُمْ
فَجَعَلَ يَتَخَلَّلُهُمُ الرَّاهِبُ حَتَّى جَاءَ فَأَخَذَ بِيَدِ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : هَذَا سَيِّدُ الْعَالَمِينَ ,
هَذَا رَسُولُ رَبِّ الْعَالَمِينَ يَبْعَثُهُ اللَّهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ ،
فَقَالَ لَهُ أَشْيَاخٌ مِنْ قُرَيْشٍ : مَا عِلْمُكَ ؟ فَقَالَ : إِنَّكُمْ حِينَ
أَشْرَفْتُمْ مِنَ الْعَقَبَةِ لَمْ يَبْقَ شَجَرٌ وَلَا حَجَرٌ إِلَّا خَرَّ
سَاجِدًا ، وَلَا يَسْجُدَانِ إِلَّا لِنَبِيٍّ , وَإِنِّي أَعْرِفُهُ بِخَاتَمِ
النُّبُوَّةِ أَسْفَلَ مِنْ غُضْرُوفِ كَتِفِهِ مِثْلَ التُّفَّاحَةِ ، ثُمَّ
رَجَعَ فَصَنَعَ لَهُمْ طَعَامًا فَلَمَّا أَتَاهُمْ بِهِ وَكَانَ هُوَ فِي
رِعْيَةِ الْإِبِلِ , قَالَ : أَرْسِلُوا إِلَيْهِ , فَأَقْبَلَ وَعَلَيْهِ
غَمَامَةٌ تُظِلُّهُ ، فَلَمَّا دَنَا مِنَ الْقَوْمِ وَجَدَهُمْ قَدْ سَبَقُوهُ
إِلَى فَيْءِ الشَّجَرَةِ ، فَلَمَّا جَلَسَ مَالَ فَيْءُ الشَّجَرَةِ عَلَيْهِ ،
فَقَالَ : انْظُرُوا إِلَى فَيْءِ الشَّجَرَةِ مَالَ عَلَيْهِ ، قَالَ :
فَبَيْنَمَا هُوَ قَائِمٌ عَلَيْهِمْ وَهُوَ يُنَاشِدُهُمْ أَنْ لَا يَذْهَبُوا
بِهِ إِلَى الرُّومِ ، فَإِنَّ الرُّومَ إِذَا رَأَوْهُ عَرَفُوهُ بِالصِّفَةِ
فَيَقْتُلُونَهُ ، فَالْتَفَتَ , فَإِذَا بِسَبْعَةٍ قَدْ أَقْبَلُوا مِنَ
الرُّومِ فَاسْتَقْبَلَهُمْ ، فَقَالَ : مَا جَاءَ بِكُمْ ؟ قَالُوا : جِئْنَا
إِنَّ هَذَا النَّبِيَّ خَارِجٌ فِي هَذَا الشَّهْرِ , فَلَمْ يَبْقَ طَرِيقٌ
إِلَّا بُعِثَ إِلَيْهِ بِأُنَاسٍ , وَإِنَّا قَدْ أُخْبِرْنَا خَبَرَهُ بُعِثْنَا
إِلَى طَرِيقِكَ هَذَا ، فَقَالَ : هَلْ خَلْفَكُمْ أَحَدٌ هُوَ خَيْرٌ مِنْكُمْ ؟
قَالُوا : إِنَّمَا أُخْبِرْنَا خَبَرَهُ بِطَرِيقِكَ هَذَا ، قَالَ :
أَفَرَأَيْتُمْ أَمْرًا أَرَادَ اللَّهُ أَنْ يَقْضِيَهُ هَلْ يَسْتَطِيعُ أَحَدٌ
مِنَ النَّاسِ رَدَّهُ ؟ قَالُوا : لَا ، قَالَ : فَبَايَعُوهُ وَأَقَامُوا مَعَهُ
، قَالَ : أَنْشُدُكُمْ بِاللَّهِ أَيُّكُمْ وَلِيُّهُ ، قَالُوا : أَبُو طَالِبٍ
فَلَمْ يَزَلْ يُنَاشِدُهُ حَتَّى رَدَّهُ أَبُو طَالِبٍ ، وَبَعَثَ مَعَهُ أَبُو
بَكْرٍ بِلَالًا وَزَوَّدَهُ الرَّاهِبُ مِنَ الْكَعْكِ وَالزَّيْتِ
“Abu Thalib pergi ke Syam
dan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pergi dengannya bersama dengan
pembesar-pembesar kaum Quraisy. Ketika mereka menjumpai seorang rahib, mereka
singgah dan berhenti dari perjalanan mereka. Lalu seorang Rahib pun keluar
menemui mereka. Padahal biasanya pada waktu-waktu sebelum itu, rahib tersebut
tidak pernah keluar dan tidak peduli ketika mereka melewatinya.
Abu Musa berkata; “Lalu
mereka meletakkan perbekalan mereka, kemudian Rahib itu membuka jalan hingga
mereka sampai di hadapannya. Lalu ia memegang tangan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sambil berkata: “Anak ini akan menjadi
penghulu semesta alam, anak ini akan menjadi Rasul dari Rabbul ‘Alamin yang akan di utus oleh Allah sebagai
rahmat bagi seluruh alam”.
Maka pembesar Quraisy
berkata: “Dari mana Anda tahu hal itu?”. Rahib menjawab: “sebenarnya semenjak
kalian tiba di ‘Aqabah, tidak ada bebatuan dan pepohonan melainkan mereka
bersimpuh sujud, dan mereka tidak sujud melainkan kepada seorang Nabi.
Selain itu, aku juga dapat mengetahui dari stempel kenabian yang berada di
bagian bawah tulang rawan bahunya yang mirip seperti buah apel”.
Kemudian Rahib itu kembali
ke dalam dan menyiapkan makanan. Ketika Rahib mendatangi rombongan, Nabi sedang
berada diantara unta-unta. Rahib itu berkata: “tolong utuslah beberapa orang
untuk menjemputnya dari sana”. Maka kemudian Nabi datang dengan dinaungi
sekumpulan awan di atas beliau. Ketika Rahib mendekati rombongan, ia temukan
mereka tengah berebutan mencari naungan dari bayang-bayang pohon. Anehnya
ketika Nabi duduk, justru bayang-bayang pohon itu menaungi beliau. Kontan si
Rahib mengatakan: ‘coba kalian perhatikan, bayang-bayang pohon justru
menaunginya’.
Abu Musa berkata, ketika
sang rahib berdiri menghadap rombongan, ia memberi peringatan agar rombongan
tidak meneruskan perjalanan ke Romawi. Sebab jika mereka melihatnya, tentu
mereka akan mengetahuinya dengan tanda-tandanya itu, dan mereka akan membunuhnya’.
Ketika sang rahib menoleh, ternyata ada tujuh orang yang baru datang dari
Romawi dan menemui rombongan. Rahib bertanya kepada mereka: ‘apa yang membuat
kalian datang kemari?’. Rombongan itu menjawab: ‘Begini, kami berangkat karena
ada seorang nabi yang diutus bulan ini. Oleh karena itu tak ada rute jalan lagi
melainkan pasti diutus beberapa orang untuk mencarinya. Dan kami diberi tahu
bahwa ia akan ditemui di rute ini’. Si rahib lantas bertanya: ‘Apakah
dibelakang kalian ada rombongan lain yang lebih baik dari kalian?’. Mereka
menjawab: ‘hanya kami yang diberi tahu bahwa ia akan ditemui di rute ini’. Si
rahib bertanya lagi: ‘Menurut kalian, jika Allah berkeinginan untuk memutuskan
sesuatu adakah orang yang dapat menolaknya? Mereka berkata: ‘Tentu tidak ada’.
Selanjutnya rombongan dari Romawi itu berbaiat kepada si rahib dan tinggal
bersamanya.
Rahib bertanya: ‘Saya
nasehatkan kalian untuk berpegang pada Allah, namun siapa walinya anak ini?’.
Rombongan Quraisy menjawab: ‘Abu Thalib’. Si rahib tiada henti-hentinya
menasehati Abu Thalib hingga ia mau mengembalikan Nabi ke Mekkah. Abu Bakar
juga memerintahkan Bilal untuk menemaninya, sedangkan si rahib memberinya bekal
berupa kerupuk dan minyak”
Hadits ini dikeluarkan
oleh At Tirmidzi dalam Jami’-nya
(3583), Al Hakim dalam Al
Mustadrak (4167), Al Baihaqi
dalam Dalail An Nubuwwah (386), Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh Dimasyqi (811), Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya (35852), dan
beberapa huffadz yang lain.
Sanad hadits ini shahih
karena seluruh perawinya adalah perawi yang dipakai oleh Bukhari dan Muslim. Al
Munawi berkata: “Tidaklah perawi dalam sanad hadits ini kecuali yang dipakai
oleh Bukhari atau Muslim atau keduanya. Namun tentang penyebutan Abu Bakar dan
Bilal statusnya wahm” (Takhrij
Ahadist Al Misykah, 5/222). Syaikh Al Albani juga berkata: “Hadits ini
shahih, namun penyebutan Abu Bakar dan Bilal statusnya munkar sebagaimana dikatakan para ulama”
(Shahih At Tirmidzi, 3620).
Mungkin ada yang bertanya,
bagaimana mungkin Abu Musa Al Asy’ari menceritakan kisah ini padahal beliau
baru masuk Islam pada tahun 9 Hijriah ketika peristiwa perang Khaibar?
Sedangkan kisah ini masih sangat jauh masanya dari itu. Jawabnya, tentu saja
Abu Musa Al Asy’ari mendapatkan kisah ini dari sahabat Nabi yang lain yang
tidak disebutkan. Kasus ini disebut termasuk kasus hadits mursal shahabi. Dan para ulama
pakar hadits menyatakan bahwa mursal
shahabi itu hujjah, karena
kaidah mengatakan:
الصحابة كلهم عدول
“Para sahabat Nabi itu
semuanya adil”
Dengan demikian kisah ini
adalah kisah yang shahih dan benar adanya.
Wabillahit Taufiq Was
Sadaad
Rujukan: Shahih Sirah Nabawiyah, Syaikh
Muhammad Nashiruddin Al Albani, hal. 29-31
Tidak ada komentar:
Posting Komentar